selamat membaca teman-teman yang haus dangn ilmu pengetahuan

Rabu, 24 November 2010

Nikah Siri, Mut'ah & Kontrak dalam Timbangan Al Qur'an dan As Sunnah

Sungguh, betapa Islam memperhatikan masalah keluarga, mengarahkan pembentukannya di atas landasan sehat dan sistem yang lurus, serta pedoman-pedoman kokoh. Pasangan suami dan istri dijadikan cikal bakal-dan pondasinya adalah pernikahan yang benar. Dengan itu, sebuah keluarga terbangun. Dan di bawah naungannya, keluarga akan tumbuh, berkembang, kokoh dan menjadi kuat.
 Islam mengajak kita sekalian menuju kepadanya dan memotivasi kita untuk melakukannya. Nash-nash al-Qur'an as-Sunnah begitu banyak, yang telah memaparkan hnkum-hukum, serba-serbi etika, syarat-syarat, dan rukun-
Rukun serta hukum-hukum konsekuensi-konsekuensinya,jugamenghimbau supaya prosesnya dimudahkan, menegaskan akan kesakralannya, dan eksistensinya di atas spirit mawaddah (cinta) dan rahmat (kasih sayang). Islam menjadikan pernikahan termasuk kenikmatan yang Allah karunia kan kepada seluruh hambaNya.
 Beragam jenis pernikahan bermunculan dan kian memasyarakat -terutama belakangan ini-. Beragam jenis itu menyerupai namanya, kendati pun berbeda -kadang-kadang dengan pernikahan legal dalam hakikat, hukum, dan tujuannya. Hal itu seperti nikah misyar  atau nikah siang hari atau waktu dhuha, Zawaj Mu'aqqat (nikah temporal), zawaj
sirri (nikah di bawah tangan), Zawaj Madani (pernikan modern), zawaj {urfi (nikah berdasarkan kultur yang mengakar), pernikahan friend, pernikahan hibah, zawaj siyahi (pernikahan wisata) dan lain sebagainya. Masing-masing jenis tersebut mempunyai hakikat, hukum-hukum, sebab-sebab pemicu, motivator dan sisi-sisi pembenaran (justifikasi).
      Boleh jadi faktor pemicu kemunculan tren-tren tersebut adalah arus globalisasi yang telah menerkam dengan cakarnya seluruh masyakarat pada zaman sekarang ini. Ditambah
adanya dengan efek-efek yang ditimbulkan, dari pengaruh negatif maupun positif dikarenakan kedekatan jarak, kemajuan alat-alat transportasi dan teknologi komunikasi, di mana dunia ini menjelma bak perkampungan mini, yang mudah dijangkau. Piranti-piranti komunikasi yang ada di dalam rumah, dan satelit-satelit buatan saling berinteraksi aktif berkomunikasi dan melakukan siaran yang tiada henti tanpa ada batas yang mengungkunginya dan tidak ada sekat yang menghambatnya di depan. Dunia pun secara keseluruhan -kurang lebih- berada di beberapa ujung jari jutaan manusia, berada di hadapan ratusan orang, disaksikan melalui layar televisi, dan jaringan internet. Tidak bisa disangsikan lagi, kondisi demikian mengguratkan pengaruhnya pada komunitas Kaum Muslimin, pada persoalan pernikahan dan per-pada umumnya.
        Di antara fenomena yang berkembang di zaman sekarang adalah bentuk pernikahan yang dikenal dengan nama zawaj 'urfi (pernikahan kultur), terutama di kalangan para mahasiswa dan mahasiswi di perguruan-perguruan tinggi, akademi-akademi dan lembaga-lembaga pendidikan tinggi, hingga menjadi sebuah fenomena sosial yang faktual di sejumlah negeri Arab dan negara-negara Islam.
Mungkin saja, tren ini timbul lantaran bertambah ketatnya tuntutan-tuntutan dan aturan-aturan prosedural pada pernikahan resmi yang bersertifikat negara, atau munculnya kebijakan-kebijakan dan peraturan-peraturan yang mengikat pernikahan Syar'i, maupun yang mempersulit prosedurnya, atau karena alasan kesulitan dan rendahnya tingkat ekonomi, maupun naiknya angka perawan tua yang belum menikah... realita ini telah menguasai konsep-konsep dan fakta-fakta di tengah publik, sampai berakibat melepas-kan diri dari hukum-hukum dan tujuan-tujuan pernikahan. Hanya nama dan huruf-hurumya saja yang tersisa. Di dalam-nya hanya terbatas pada bentuk simbolis semata dengan menghadirkan dua saksi dan disertai dengan ijab kabul tanpa mempertimbangkan persetujuan wali, wujud mas kawin, publikasi dan tanpa ada (pertimbangan) penghambat yang bersifat syar'i.
Para (oknum) lelaki yang lemah agama memperguna-kan kesempatan ini sebagai kamuflase untuk merealisasikan niat-niat buruk mereka. Maka melalui kedok pernikahan yang sebatas nama saja itu, mereka pun menjalin hubungan seksual yang tidak sejalan dengan Agama Islam. Hal itu dilakukan dalam ketidakhadiran wali, ketidakacuhan pihak keluarga serta kondisi yang benar-benar rahasia, model-model seperti ini tidak ada korelasinya sama sekali dengan pernikahan Syar'i. Hal ini tidaklah terlalu jauh dinamakan sebagai praktik kumpul kebo (perzinaan), bukan pernikahan (yang Syar'i). Kendati pun mereka menamakannya dengan sebutan pernikahan 'urfi (pernikahan tradisi). Jalinan per-nikahan ini akan memberikan kabar buruk akan datangnya kesengsaraan di dunia dan lampu peringatan tentang tiba-nya siksa pedih di akhirat kelak. Praktik tersebut melahirkan dampak-dampak jeleknya di tengah masyarakat, karena diduga kuat menjadi faktor utama timbulnya tindak penyim-pangan dari jalan yang lurus, terjerumus dalam cengkeram-an-cengkeraman moral yang bejat, dan cermin kenekatan untuk menodai rambu-rambu aturan dan larangan Alloh Subhanahu Wa Ta'ala . Bahkan mungkin saja suatu ketika akan menyeret kepada tindakan kriminalitas pembunuhan, misalnya wali merangsek (nekat) untuk membunuh wanita yang berada di bawah perwaliannya, atau laki-laki yang memperdayainya, dan tindakan kriminalitas serupa lainnya.
Perbincangan seputar persoalan ini intensitasnya sudah meninggi, sementara itu pandangan para pengkaji terhadap polemik itu beragam. Pendapat para mufti berbeda-beda mengenai hukumnya, antara pihak yang memperbolehkan dan yang menolaknya, mengingat perbedaan mereka dalam mengimajinasikan persoalan ini dan menjelaskan hakikatnya atau gambaran yang diketengahkan pihak yang meminta fatwa.
Oleh karena itu, sebagai bentuk pentingnya masalah ini, dan segi urgensinya dalam memaparkan hukumnya serta mengangkat persoalan-persoalannya yang samar,maka  untuk menjauhkan mereka semua dari terjebak dalam cengkeraman perilaku yang amoral, dan kekejian atau jalinan hubungan yang diharamkan, serta ikatan yang tidak sesuai dengan aturan agama, baik disengaja maupun tidak, disadari atau tidak.
Inilah buku : Az-Zawaj al-'Urfi; Haqiqatuhu, wa Ahkamuhu, wa Atsaruhu wa al-Ankihah Dzat ash-Shilah Bihi (Pernikahan cultural; hakikat, hukum, dan implikasinya, serta ragam pernikahan yang berhubungan dengannya
Dalam kitab-Nya yang mulia, Allah telah memberitakan kepada kita bahwa  Islam merupakan agama yang diridhai di sisi-Nya, agama yang paripurna dan menyeluruh. Allah Ta'ala berfirman dalam surah Ali 'Imran 19:
'Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam ...." (Ali 'Imran: 19)
Dan dalam surah al-Ma'idah Allah berfirman:
"... Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untukmu agamamu dan telah Ku-cukupkan untukmu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam menjadi agama bagimu ...." (Al-Ma" idah: 3)
Salah satu bukti yang menunjukkan kesempumaan Islam adalah bahwa Allah dan Rasul-Nya menjabarkan setiap perkara yang dibutuhkan oleh  pribadi Muslim, baik dalam peribadahan kepada Rabb-nya, penunaian hak-Nya dan dorongan agar senantiasa berhubungan dengan-Nya. Begitu pula Allah dan Rasul-Nya telah menjabarkan segala sesuatu yang dibutuh-kan hamba-Nya untuk memperbaiki pribadi; hubungan kekeluargaan dan sosial kemasyarakatan. Alloh Subhanahu Wa Ta'ala  dan Rasul-Nya telah menganjurkan umat agar berperilaku dengan akhlak yang mulia, berperangai dengan adab yang sopan dan menghiasi diri dengan berbagai sifat terpuji.

Kedudukan Akhlak Islam dan Adab yang Mulia dalam Islam
Akhlak dan adab yang mulia memiliki porsi besar dalam Islam, karena Islam adalah agama yang menghimpun seluruh kebaikan. Allah Ta'ala telah melukiskan Nabi-Nya -Sholallahu Alaihi Wassalam-  dalam rangka memuji dan menyanjung beliau dengan firman-Nya:
"Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung." (Al-Qalam: 4)
Hal ini berarti akhlak yang mulia memiliki kedudukan yang penting dalam Islam.
Rasulullah -Sholallahu Alaihi Wassalam- bersabda:
"Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang baik."
Beliau -Sholallahu Alaihi Wassalam-  juga bersabda:
"Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik akhlaknya."
Beliau -Sholallahu Alaihi Wassalam-  bersabda:
"Amalan yang timbangan pahalanya paling berat kelak adalah akhlak yang baik."
Berbagai hadits lain menunjukkan bahwa beliau  menyeru dan mendorong umatnya agar berakhlak mulia dan bertatakrama dengan santun. Sebaliknya, beliau tidak suka jika mereka berakhlak buruk.
Imam Ibnul Qayyim menyebutkan bahwa adab Islam terbagi tiga:
Pertama, adab terhadap Allah Ta'ala yang akan menjaganya untuk tidak berlaku  kurang ajar terhadap-Nya.   Demikian pula hal  itu  akan melindungi hatinya agar tidak berpaling kepada selain-Nya dan menjaga keinginannya dari segala sesuatu yang dapat memancing kemurkaan Allah kepadanya.
Kedua, adab terhadap Rasulullah . Hal ini telah dipaparkan secara gamblang dalam al-Qur-an. Adab yang paling utama terhadap Rasulullah adalah tunduk dan patuh pada perintahnya serta menerima dan membenarkan sabdanya. Di antara adab terhadap beliau  adalah tidak menduakan (dengan orang lain) dalam perintah, larangan, persetujuan dan tindakan. Begitupula termasuk adab terhadap beliau adalah tidak mengeraskan suara melebihi suara beliau. Segala hal tersebut merupakan sebab yang dapat memusnahkan amal. Maka tentulah mengedepankan/mengutamakan logika dan produk pemikiran dari tuntunan beliau lebih mampu memusnahkan amalan.
Ketiga, adab terhadap sesama makhluk. Yaitu berinteraksi dengan mereka sesuai dengan martabat yang mereka miliki, karena masing-masing memiliki adab tersendiri. Oleh karena itu, ada adab tersendiri ketika berinteraksi dengan orang tua, pengajar, penguasa, kerabat, tetangga, rekan, tamu dan keluarga.
Begitu pula di setiap kondisi berlaku adab khusus. Ada adab khusus yang berlaku ketika makan, minum, berkendara, masuk dan keluar rumah, bersafar, iqamah, tidur, berbincang, diam dan menyimak.
Adab yang ada dalam pribadi seseorang merupakan ciri kesuksesan dan kebahagiaan. Sebaliknya, rendahnya adab merupakan ciri kehancuran dan kesengsaraannya. Kebaikan dunia dan akhirat akan direngkuh dengan adab santun yang dimiliki seseorang, begitupula kesengsaraan dunia dan akhirat akan terjadi disebabkan rendahnya adab.
Apabila Anda mempelajari Islam secara mendetail maka Anda akan mengetahui bahwa Allah Ta'ala menegakkan dakwah Islam di atas pondasi yang kokoh berupa akhlak yang mulia, adab yang santun dan berbagai sifat terpuji. Allah menjelaskan bahwa akhlak mulia merupakan pondasi seluruh kebaikan dan kunci untuk menggapai segala kebaikan, keberuntungan dan kesuksesan. Dia juga menjelaskan bahwa umat Islam tidak akan mengalami kemajuan melainkan dengan menggapai dan melaksanakan derajat akhlak yang tertinggi. Umat Islam tidak akan terjerumus ke dalam jurang kebinasa-an kecuali telah rusak akhlak dan adab mereka terhadap Allah, Rasul-Nya dan sesama makhluk. Sungguh indah sya'ir berikut:
Oleh karena itu, Islam menaruh perhatian ekstra dalam mendidik umat di atas akhlak dan adab yang mulia. Begitupula al-Qur-an yang mulia dan Sunnah Nabi sangat memperhatikan hal tersebut. Bahkan para ulama penyusun kitab hadits telah mengkhususkan beberapa bab atau pasal dalam kitab mereka untuk menjelaskan berbagai adab dan adab tersebut. Di antara mereka ada yang menyusun kitab yang secara khusus membahas berbagai adab Islami dikarenakan hal tersebut sangat penting dalam kehidupan seorang muslim,


 

Tiada ulasan:

Catat Ulasan